Galery,  Traveling

Serunya Petualangan Mendaki Rinjani

Assalamualaikum..

Hai gaisss.. gimana kabarnya??
Dari judulnya udah ada bocoran sedikit ya tentang pengalaman apa yang bakalan aku share nantinya. Salah satu pengalaman yang paling berharga dalam hidup yaitu menyaksikan secara langsung salah satu keaguangan Tuhan yaitu Danau Segara anak di Puncak Gunung Rinjani.
Mungkin buat sebagian temen udah familiar banget ya sama yang namanya gunung Rinjani. Gunung yang terletak di Pulau Lombok yang menjadi salah satu ikon wisata pulau tersebut. Bukan Cuma Treker lokal ataupun dalam negeri tapi pendaki gunung ini juga banyak sekali yang berasal dari mancanegara diantara orang-orang dari Jerman dan Perancis. Konon orang-orang perancis banyak yang mempunyai hobi naik gunung sehingga banyak dari mereka menjadikan lombok dengan rinjaninya sebagai salah satu destinasi dari rangkaian liburan mereka di Asia.
Trip kali ini bermula dari salah satu rekan saya di Jakarta yang menawarkan perjalanan mendaki gunung Rinjani pada bulan agustus lalu. Berhubung udah ngebet banget pengen dari dulu maka tawaran inipun lansung saya iyakan.
Perjalanan saya dimulai dari Jogja menuju Surabaya menggunakan kereta api Sri Tanjung. Lagi-lagi sendiri karena penawaran saya ke temen-temen yang biasa mendaki bareng saya tidak ada yang meng-approve lantaran budget yang harus disiapkan memang tidak sedikit. Temen gak pada mau, pacar gak ada, istri apa lagi #pft.. Tapi mimpi itu udah sedemikian deket maka sendiripun bukan menjadi soal ketika tekad kita udah buled untuk mewujudkan hal udah saya idam-idamkan sejak dulu.
Dari surabaya saya memutuskan untuk menggunakan pesawat langsung menuju menuju Bandara International Lombok di Praya yang disana saya sudah membuat janji bertemu dengan dua rekan lain dari jakarta untuk mendaki bersama. Dari Bandara, kami mendapat jemputan dari salah seorang rekan orang asli lombok yang menawarkan diri untuk singgah dirumahnya di wilayah lombok timur. Dalam perjalanan singkat ini kami disuguhi kopi yang katanya khas lombok ternyata pahit dan sambal yang menurut saya aneh karena ada seperti kacang kedelai hitam didalamnya yang ketika saya cobapun rasanya pahit dan pedas. Lidah jawa seperti sudah benar-benar melekat pada saya karena hanya nyaman dengan makanan yang manis-manis. Hmmm
Dari kediaman teman kami tersebut perjalanan dilanjutkan ke Aikmal, nama tempat dimana para pendaki biasanya berkumpul untuk menunggu angkutan menuju basecamp Sembalun. Angkutan dari Aikmal menuju Sembalun adalah berupa mobil pick-up bak terbuka sehingga para penumpang yang hendak menaiki mobil tersebut harus rela menekuk kaki sambil menahan napas dalam keadaan tertentu karena tidak ada jok sama sekali yang melapisi pantat sehingga ketika terjadi goncangan yaahhh kalian bisa bsayangkan sendiri rasanya. Tapi saya bersyukur bisa merasakan perjalanan seperti ini karena ternyata banyak juga warga yang memanfaatkan moda transportasi ini untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan cara ini kami bisa berbaur dengan masyarakat untuk sekedar menyapa dan belajar sedikit kosakata-kosakata baru dalam bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk lokal. Jangan tersinggung kalo ketika kamu di rinjani ada penduduk lokal yang nyemangatin, “ayoo.. kamu bau.. kamu bau”.. pun faktanya kamu emang bau karna berhari-hari gak mandi, gak usah marah.. bau dalam bahasa lombok katanya punya arti “bisa”.. sedangkan kalo pagi kita biasa disuruh nyapu atau bersih-bersih rumah minimal tempat tidur, kalo di lombok penduduk lokal nyuruh kami untuk nyampah.. #nahloh .. nyampah dalam bahasa sana ternyata punya arti sarapan..hahaha.
Be Traveler please.. don’t be just a tourist. Karena dengan cara berbaur dengan masyarakat setempat maka perjalananmu akan mempunyai nilai lebih bukan Cuma sebatas pengalaman bergambar yang kemudian disebar melalui instagram, namun banyak hal yang bisa kamu pelajari tentang kearifal lokal masyarakat setempat yang sedikit banyak bakalan merubah cara berfikirmu kalo ternyata didunia ini yang hidup bukan cuma kita sehingga ada banyak cara berfikir dan sudut pandang baru yang akan membuat kamu lebih bijak memandang sesuatu dari berbagai sisi.
Dengan ongkos dua puluh ribu dari Aikmal kita sudah diantarkan menuju basecamp pendakian sembalun. Dan dengan biaya lima ribu rupiah per orang per malam maka kita siap untuk menikmati keindahan Rinjani secara langsung.
Pukul 10.30 kami memulai langkah pertama dari Basecamp Sembalun bersama dengan pendaki-pendaki lain yang kami temui di perjalanan. Selain rombongan kami juga ada turis-turis asing yang juga mendaki pada hari tersebut. Banyak dari mereka yang mendaki menggunakan jasa porter sehingga sudah ringan bawaan ditambah langkah kaki mereka yang lebar-lebar maka jangan kaget kalo para turis selalu bisa menyusul dan sulit sekali bagi kita bahkan untuk sekedar menyamakan langkah kaki dengan para turis tersebut. Ternyata bukan cuma soal kemajuan ekonomi tapi soal fisik mendakipun saya masih kalah jauh dari mereka.. #pft
Pemandangan berkabut sepanjang pendakian sedikit memudahkan perjalanan kami karena terik panas yang tidak terlalu menyengat seperti cerita blogger lain bahkan nyaris selalu basah oleh embunm dan kondisi psikis kamipun terbantu dengan tidak terlalu memperhatikan puncak sehingga yang kami lakukan adalah berjalan, berjalan, dan berjalan. Tepat matahari terbenam kami akhirnya sampai di pos plawangan sembalun, tempat camp terakhir sebelum memulai summit attack esok paginya. Total perjalanan kami dari bawah sampai pos ini adalah sekitar 8 jam.
Esok paginya satu kelalaian kami karena bangun kesiangan membuat acara summit attack tidak sesuai rencana. Kami memulai pendakian pada pukul 7.00 pagi. Hal yang dianggap gila bagi sebagian orang karena di atas sana, panas matahari benar-benar menyengat dikulit. Disepanjang perjalanan menuju puncakpun semua pendaki yang kami temui rata-rata dalam perjalanan pulang menuju pos plawangan sembalun. Hanya tinggal kami yang benar-benar nekat melakukan perjalanan ditengah-tengah sengatan matahari yang membuat kulit terasa terbakar.
5 jam setelah memulai langkah dari pos plawangan sembalun akhirnya sampai juga kami di puncak tertinggi rinjani. Puncak gunung berapi tertinggi kedua di indonesia tepat pukul 12 siang. Tidak ada siapapun disana, tidak perlu antri untuk berfoto, dan puncak itu menjadi miik kami bertiga. Kalian tahu 2 jam terakhir sebelum puncak perbekalan kami habis, snack yang dibawa sejak pos sembalun hanya sebungkus cracker dan satu botol minuman 1,5 liter untuk 3 orang. Ini gila. Kami gak berpikir jika perjalanan menuju puncak akan seberat dan sepanjang itu. Di perjalanan menuju puncak kami akhirnya “mengemis” kepada para pendaki yang turun yang masih memiliki persediaan air, namun sayang banyak dari sebagian merekapun sudah kehabisan bekal ketika turun. Akhirnya air yang tidak sampai setengah liter tersebut tidak kami minum dan hanya digunakan untuk membasahi bibir. Satu yang ada dipikiran waktu itu, entah gimana caranya perjalanan ini harus selesai, harus sampai puncak entah butuh berapa lama lagi dan entah harus jadi hitam kulit ini. Harus sampai puncak. Karena saya gak tau entah kapan bisa mengunjungi tempat ini lagi.
Ada satu keajaiban kecil tepat di puncak rinjani. Ditengah rasa lapar yang mendera, tak ada bekal yang tersisa, salah satu teman saya menemukan apel ketika mencoba membongkar isi tasnya, selain itu saya menemukan (ditanah) sebuah roti kering seukuran gantungan kunci yang berbentuk hati dan karena lapar serta untuk mengisi energi sayapun memakannya dan mencoba mengais sisa-sisa makanan yang tertinggal disana. Dua jam sebelum puncak ditengah sengatan matahari saya hampir menyerah karena dua orang teman dari jakarta yang berangkat bersama kami sejak sembalun memutuskan untuk kembali dan urung untuk mendaki puncak dalam situasi seperti itu. Walau bibir ini kering kerontang saya coba basahi dengan banyak membaca sholawat berharap semoga terjadi keajaiban dan aLloh benar-benar menujukkan kuasanya ketika dua jam kemudian saya diijinkan sampai di titik tertinggi rinjani. aLlahu akbar!
Perjalanan turun tidak sesulit dan selama yang kami pikirkan, medan berpasir dan berbatu yang mebuat kami susah payah untuk mendaki ternyata sebaliknya membuat kami sangat mudah dalam perjalanan turun kembali ke tenda. Tanpa setetespun air untuk bekal turun akhirnya kami memutuskan untuk berlari, medan berpasir mebuat kaki kami seperti memiliki pegas dan rem ketika berlari, maka ketika dibutuhkan waktu 5 jam untuk menuju puncak dari pos camping terakhir, Pos Plawangan Sembalun, kami hanya membutuhkan waktu satu jam untuk kembali. Great!
Thanks God for everythings you gave to me. You are awesome :): )
To be Continued perjalanan menuju danan segara anak,.. see you :))
GALLERY of RINJANI
Well done.. Finally I’m here.. 12 a.m ..#fiuuhh

Menembus kabut jam 11 siang..

Ngaso sek dab…

Karena mentari tak pernah berdusta tentang warna dan datangnya pagi..

Akkkhh… speacchhllesss

Apa yang bakalan kamu lakuin ketika bangun pagi, buka jendela disuguhkan pemandangan seperti ini?

Edelweiss lover…
Kamu percaya ini Indonesia??
Pie ser.. ar yu hepi wit rinjani?

Kaya di negeri dongeng, right?

Hidupmu gak akan sama lagi ketika bisa ngeliat langsung bunga ini di puncak gunung..

God… You.. are… Awesome…
Mlipiri kawah.. seyeemm…

I will never give up on you.. yeah you.. yang senyum sendiri dari tadi..hahhaha
Makasih buat anak-anak LKD yang udah ngenalin aku sama dunia pergunungan.. 🙂

Thanks for all of you guys…
Sejatinya, perjalanan ini adalah milik kita sendiri. Mereka yang datang, hanya akan meriuhkan sebentar perjalanan kita sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan masing-masing. #travelstory
Abaikan…

Tempat camp kami yang dari jauh tampak indah tapi ketika didekati pada siang hari dijamin gak bakalan ada yang mau ngecamp disini. sekian. 
Saya selalu percaya hal ini.. thanks God, thanks every one who support me..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *