Me and Family,  Refleksi

Surat dari Abah “

Assalamualaikum .. hai prens..
Lama gak nulis lagi nih, lebih tepatnya belum sempat posting edisi jalan-jalan selama bulan februari-maret soalnya lagi syibuk nykrip..hehehe next time lah ya mendokumentasikannya.. insyaaLloh gak basi..
Kali ini mau share thread bagus dari kaskus, tentang surat dari abah (via facebook).. saya gak tau itu fiksi atau nyata yang pasti kalo direnungin mak jleb-jlen banget.. gimana enggak, saya yang statusnya merantau sekolah sejak SMA sampai kuliah sekarang di jogja, kalo dipikir-pikir frekuensi untuk sekedar saling bicara by phone itu sedikit banget gaess.. lebih sering komen status orang, lebih sering bales mention orang, tapi untuk nelpon pun cuma sekedar miscall supaya ditelepon balik dan berharap ditanya ada apa biar pulsa awet.. #wah kalo ini kebangetan banget ya..??
Iya..iya deh.. saya sedikit sadar..(sedikit..???)
Kalo ternyata mungkin lho, dan bahkan bisa jadi, dibalik kesuksesan, kemudahan urusan, dan segala kelancaran rejeki itu bukan semata-mata usaha kita sendiri, tapi ada tetes-tetes air mata yang jatuh disetiap sujud tahajud dan dhuha emak bapak kita.. kitanya aja yang suka begajulan, belagak semua atas usaha kita sendiri.. kalo aLloh mau beeuhh.. lewat dah tu semua.. diambil lagi baru nyahoo..
Untuk bapak, yang gak tau mungkin bakalan baca ini atau enggak, aku akan inget bapak ibu terus lewat doa-doa ku selepas sholat. Dan yang lima waktu itu, sekuat tenaga bakalan aku perjuangkan untuk selalu berjamaah.. maaf di umur yang sudah selayaknya aku mandiri tapi masih mengandalkan kalian untuk hajat hidup dan sekolahku.. #speachless
==Pesan dari Bapak
source link here

Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dia cek adalah inbox.
Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia perdulikan selama ini. Bagian ‘OTHER’ di inboxnya, ada dua pesan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua, dia membukanya. Ternyata ada pesan dari 5 bulan yang lalu.

Dia baca isinya:

“Salam.

Ini kali pertama abah mencoba menggunakan facebook. Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa. Abah juga tidak terlalu paham benda ini. Abah coba kirim pesan ini kepada kamu.
Maaf, abah tidak pandai mengetik. Ini pun kawan abah yang mengajarkan.

Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP? Saat itu kamu kelas 4 MI. Abah kasian semua anak-anak sekarang punya HP. Jadi, abah hadiahkan pada kamu satu. Dengan harapan kamu akan telpon abah kalau kamu mau cerita tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja.

Tapi, kamu hanya telpon abah seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan. Abah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi telpon abah tidak sampai 5 menit. Sudah habiskah pulsanya?

Saat kamu kecil dulu, abah masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah, abah’. Abah Bahagia sekali anak lelaki abah panggil abah. Panggil Umi.

Abah senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang abah ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengan kamu banyak sekali. Kamulah penghibur kami di saat kami berduka. Walaupun hanya dengan gelak tawamu.

Saat kamu masuk MI. Abah ingat kamu selalu bercerita dengan abah ketika membonceng motor dengan abah setiap pergi dan pulang sekolah. Banyak yang kamu ceritakan pada abah. Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.

Abah jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan.
Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.

Ketika kamu masuk MTs. Kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar.
Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.

Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama, jarak antara kita makin jauh. Kamu mencari kami saat perlu. Kamu biarkan kami saat tidak perlu.

Abah tahu, naluri remaja. Abah pun pernah muda. Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu menyukai seorang gadis.

Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di Aliyah. Jarang hubungi kami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.

Abah bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari Abah dan Umi? Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?

Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan abah lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu tak cuti kemari lagi.

Malam ini, abah sebenarnya rindu sekali pada kamu.

Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma abah sudah terlalu tua. Abah sudah di penghujung usia 60 an. Kekuatan abah tidak sekuat dulu lagi.

Abah tidak minta banyak…

Kadang-kadang, abah cuma mau kamu berada di sisi abah.

Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu.

Menangis pada abah. Mengadu pada abah.

Bercerita pada abah seperti saat kamu kecil dulu.

Apapun. Maafkan abah atas curhat abah ini.

Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman.

Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara dengan abah. Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.

Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan abah. Namun jangan kamu mengabaikan Allah.

Maafkan abah atas segalanya.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *