Galery,  Traveling

Pendakian Puncak Lawu 3265 mdpl

Assalamualaikum..

Hai..haii.. gimana kabar kalian sob?? Thanks banget yang udah mampir dan baca igaun-igauanku, curhat-curhat gak jelas selama ini..he.hee yahh semoga diantara diantara sampah-sampah itu ada yang bermanfaat 😀
Kali ini jalan-jalan meen versi saya coba napak tilas perjalanan prabu brawijaya di gunung lawu. Yapp..pendakian menuju puncak lawu kali ini bareng temen-temen jurusan dan alhamdulillah “insiden” sumbing gak terulang di pendakian lawu kali ini. Ini merupakan puncak ketiga yang udah aku kunjungi, dimana sebelumnya aku berhasil sampe puncak Bromo dan puncak gunung sumbing.
Kalo pendakian lawu medannya sekarang enak sih, jalan setapaknya udah berbatu dan kemungkinan nyasar kecil banget karena ya itu, jalannya udah jadi. Selain itu yang unik dari lawu yaitu di puncak sana ada banyak warung yang nyediain makanan entah mi rebus, nasi pecel, kopi dll. Jadi waktu bekal kita habis ketika hampir puncak, kita gak terlalu panik karena kita diatas masih ada warung untuk ngisi bekal.
Selain warung, dipuncak juga ada telaga, sumber air jernih yang lumayan besar dan cukup untuk mengisi persediaan air kalo ternyata habis sebelum sampe puncak seperti yang saya alami. Dan yang paling top adalah diatas itu ada WC UMUM cooyy.. bener-bener VIP nih gunung. Tapi dinginnya gunung ini bener-bener mantep, kaos kaki sama kaos tangan ampe tembus, gak salah deh kalo ada yang bilang Lawu is the coldest mountain in Java.
Sebenernya yang paling menarik dari Lawu adalah mitos-mitos dari cerita sejarah tentang gunung ini. Dan menurut beberapa temen-temen kalo pas 1 syuro untuk sampe puncak aja bakalan antri karena banyak yang naik ke atas untuk napak tilas perjalanan prabu brawijaya.. busyet.. ampe antri gitu.. ckckckk
Nah karena bagian yang menarik itu cerita sejarahnya, maka saya sadur cerita tentang prabu brawijaya dari blogger GapleHolic.. credit for him.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.

Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.

Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak utamanya : Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini masyarakat setempat sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.

 Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta. Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik dan menyakinkan siapa sebenarnya penguasa gunung Lawu dan mengapa tempat itu begitu berwibawa dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau siapa saja yang bermaksud tetirah dan mesanggarah.

weweler atau peraturan-peraturan yang tertulis yakni larangan-larangan untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan, dan bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.

Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M). Alkisah, pada era pasang surut kerajaan Majapahit, bertahta sebagai raja adalah Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Jinbun Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.

Jinbun Fatah setelah dewasa menghayati keyakinan yang berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Jinbun Fatah seorang muslim. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Jinbun Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat situasi dan kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Akankah jaman Kerta Majapahit dapat dipertahankan?

Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dan wisik pun datang, pesannya : sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan yang baru tumbuh serta masuknya agama baru (Islam) memang sudah takdir dan tak bisa terelakkan lagi.

Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang umbul (bayan/ kepala dusun) yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang umbul itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Niat di hati mereka adalah mukti mati bersama Sang Prabu . Syahdan, Sang Prabu bersama tiga orang abdi itupun sampailan di puncak Harga Dalem.

Saat itu Sang Prabu bertitah : Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus surut, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Kepada kamu Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib (peri, jin dan sebangsanya) dengan wilayah ke barat hingga wilayah Merapi/Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Suasana pun hening dan melihat drama semacam itu, tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bagaimana mungkin ini terjadi Sang Prabu? Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini. Dan dua orang tuan dan abdi itupun berpisah dalam suasana yang mengharukan.

Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

 Beberapa hasil jepretan saya sendiri bisa di liat disini.. –andromax ULE–edited intagram
 Ini waktu turun sob.. gempor ni kaki.. 🙁
 nah ini warung tempat kita makan nasi pecel .. mantab jaya 😀
 Membelah bukit, mendaki gunung..
 Warung fenomenal, Mbo YEM.. sayang pas kita kesana lagi tutup 🙁
 Kayaknya ini bekas kawah deh.
We’re on the Top,, 3265 mdpl aseekkk..,. 😀

 Ini awan minta dicubit banget deh.. pengen guling-guling dan mandi diatas sana.. ciduk mana ciduk.. 😀
 Aaa telat 1 jam untuk liat sunrise.. henggagpapah.. bisa sampe puncak aja udah bersyukur.. 😀
Mitos bukit cinta versi Lawu 😀

Ini keren guys.. saya belum pernah liat sebelumnya.. 

Edelweis…
WC UMUM coii.. VIP mountain nih..
demen banget pas abis ujan membelai-belai dedaunan ini sepanjang jalan 😀 

Ada yang udah pernah liat bunga ini sebelumnya?? namanya apa?? 

Ini cara penjual makanan dipuncak gunung bawa bahan makanan yang bakal mereka jual.. 4 jam doang menn kalo buat mereka untuk sampe puncak..gile abis… ckckck

 Akhirnya… 3265 mdpl.. makasih temen-temen semua yang bantu bawa aku kesini :D:D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *