Refleksi

Sebenarnya Perempuan.

Bener gak sih sebagian atau sebagian besar perempuan kaya gini.?
baca artikel nya mba nayasa bikin kudu banyak introspeksi atas sikap dan tingkah laku gw selama ini sama makhluk yang namanya perempuan. In my point of view, mungkin santai dan gak ada beban ketika bergurau mereka menggunakan kata-kata yang bagiku biasa. Tapi disudut hati kecil di belahan bumi yang lain, mungkin ada rasa yang berbeda yang membuncah. Dan ini bener-bener jadi dosa gw kalo sampe candaan bahkan gurauan ku ditafsirkan sebagai pengharapan bagi mereka.

ahh ya.. maklumat kalo kita harus berhati-hati dengan lidah memang sudah dikumandangkan sejak 13an abad yang lalu. Tapi untuk mempraktekkannya butuh perjuangan yang bener-bener kudu berjuang bahkan ketika kita berada dalam kesendirian. karena jaman telah berganti, bukan hanya mulut yang harus diwapadai, tapi jari-jari menjadi hal yang harus dicermati. yapp.. semoga “jempol ini gak meleset lagi“.

———————

Saya akan bercerita tentang perempuan, sedikit saja. Karena kami sendiri begitu kompleks, bahkan kami terkadang sering tidak tahu apa yang kami mau. Dan jika ada perempuan yang berteriak ‘tidaaak’ atas tulisan saya, saya paham, karena manusia diciptakan berbeda-beda.
Sebenarnya perempuan, adalah wanita yang mudah jatuh cinta. Bayangkan, kami akan dengan mudahnya jatuh cinta pada dia yang berada di rahim, padahal belum pernah melihatnya sama sekali. Karena kami adalah perasa, kami merasakan ada cinta yang begitu tulus, mengalir dalam darah, mengikuti detak jantung kami, dan keinginan berjuang bersama.
Apalagi dengan dia yang sudah berada di hadapan kami, memberikan kenyamanan, menyediakan pundak, mengulurkan tangan memberikan bantuan, hingga tempat mengeluh dikala resah. Sssst, kami begitu mudah jatuh cinta.
Karena setiap senyum yang diberikan, akan membuat kupu-kupu di perut kami berterbangan senang. Karena setiap pertolongan yang diberikan membuat aliran darah melaju cepat, memompa jantung tanpa jeda, membuat girang senang. Karena setiap keluh kesah yang diceritakan, menyisakan hangat dihati dan menghasilkan semburat merah di wajah.
Sayangnya, kami akan lebih memilih diam, tidak mengatakannya. Karena kami takut, kami takut sekali kami tenggelam dalam asumsi yang berlebihan. Perempuan, senang sekali menarik benang merah dari setiap kejadian. Menghubung-hubungkannya dalam diam. Kemudian terisak dalam keheningan. Akhirnya banyak bertanya, ‘Benarkah perasaan ini?’ Hingga nanti berakhir lelah, kemudian kami memutuskan untuk menyerah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *