Experiment,  Kimia,  Riset

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Di Kabupaten Bantul

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Pada Lahan Bekas Pengambilan Tanah Sebagai Bahan Baku Pembuatan Batu Bata Di Kabupaten Bantul.
(Penerima Dana Hibah Student Union Grant UNY)
Oleh 
Nur Hidayah, Arif Yoga Pratama

Latar Belakang Masalah

Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang berada di DIY. Pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Bantul terutama pembangunan fisik bangunan pada masa rekonstrukasi saat ini, secara langsung menyebabkan melonjaknya permintaan batu bata. Berdasarkan data yang ada menyatakan bahwa kondisi rumah yang rusak total 71.763 unit, rusak berat 71.372 unit, dan rusak ringan 73.669 unit. Dengan kondisi tersebut, berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk mendirikan rumah tempat tinggal termasuk mencukupi kebutuhan bangunan yang salah satunya adalah bata merah. (http://amelcpeg.blogspot.com)
Lokasi lahan pengambilan tanah untuk pembuatan batu bata dapat merupakan lahan sawah maupun pekarangan. Lahan sawah yang dipakai dapat berupa sawah yang subur dengan irigasi teknis yang baik atau merupakan sawah dengan irigasi yang kurang baik. maupun tanah pekarangan digunakan untuk membuat batu bata untuk mencukupi kebutuhan bahan bangunan. Tanah yang ditambang milik sendiri dan ada pula yang merupakan tanah sewaan. Ada beberapa sistem sewa, diantaranya berdasarkan volume tanah yang ditambang atau jumlah batu bata yang dihasilkan. Lokasi pembuatan batu bata di Kabupaten Bantul tersebar di beberapa Kecamatan yang meliputi Kecamatan Piyungan, Banguntapan, Pleret, Kasihan, Bantul, Sewon dan lain-lain. (http://bantulkab.go.id)
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pembuatan batu bata diantaranya; rusaknya jaringan irigasi, hilangnya top soil tanah sehingga kesuburan tanah berkurang, kedalaman tanah menjadi berbeda antar lahan sawah di sekitarnya yang dapat menimbulkan permasalahan kemampuan menyimpan air bagi lahan sawah di sekitar yang tidak ditambang. (http://amelcpeg.blogspot.com) 
Makrofauna tanah berukuran > 2 mm terdiri dari miliapoda, isopoda, insekta, moluska dan cacing tanah (Maftu’ah dkk., 2005). Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran (Rahmawaty, 2004).
Keanekaragaman makrofauna tanah dan fungsi ekosistem menunjukkan hubungan yang sangat kompleks dan belum banyak diketahui, serta perhatiann untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman makrofauna tanah masih sangat terbatas (Lavelle et al., 1994 dalam Sugiyarto, 2008 dalam Peritrika, 2010). Saat ini belum ada penelitian mengenai keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat di berbagai lahan penambangan batu bata di kabupaten Bantul . Mengingat pentingnya peran makrofauna tanah dalam ekosistem dimana ekosistem daerah penambangan yang merupakan ekosistem yang dulunya adalah lahan pertanian dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan makrofauna tanah di berbagai lahan penambangan batu bata di kabupaten Bantul, maka perlu dilakukan inventarisasi mengenai keanekaragaman makrofauna tanah di lahan tersebut.
Penelitian keanekaragaman makrofauna tanah Pada Lahan Penambangan Batu Bata Di Kabupaten Bantul. ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengkuantifikasi keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai pola Agroforestri Lahan Miring dan menjelaskan hubungan faktor-faktor lingkungan dengan tingkat keanekaragaman makrofauna tanah.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana tingkat keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan penambangan batu bata di Kabupaten Bantul ?
  2. Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dengan tingkat keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan penambangan batu bata di Kabupaten Bantul ?

Tinjauan Pustaka

1.Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya (Wikipediab, 2009).

Terdapat beberapa cara untuk mengukur biodiversitas diantaranya adalah: 1) diversitas alpha (biodiversitas pada area tertentu, komunitas atau ekosistem, dan biasanya mengekspresikan kekayaan spesies pada area tersebut); 2) diversitas beta (membandingkan diversitas spesies diantara ekosistem, termasuk membandingkan beberapa taxa yang unik pada masing-masing ekosistem); 3) diversitas gamma (diversitas taksonomik di suatu daerah dengan banyak ekosistem); 4) diversitas phylogenetic atau ‘Omega diversity’ (perbedaan atau diversitas diantara taxa); 5) diversitas global (seluruh biodiversitas di bumi) (Wikipediaa, 2009).

2. Tanah 

Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai habitat bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolism mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Hanafiah, 2004).

Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok material, yaitu material hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-jasad hidup), faktor abiontik berupa bahan organik, dan faktor abiotik berupa pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Meskipun hanya 5% biomassa berperan sangat penting, yaitu: 1) sebagai bahan koloidal tanah, disamping koloidal liat, yang mempengaruhi sifat-sifat kimiawi tanah seperti dalam proses pertukaran kation dan anion, dan sifat-sifat fisik tanah seperti stuktur dan erodibilitas tanah; 2) berperan penting sebagai sumber hara (nutrition) tanah yang akan tersedia (available) bagi tanaman (juga mikrobia) setelah bahan organik mengalami perombakan menjadi senyawa-senyawa sederhana (dekomposisi atau mineralisasi) (Hanafiah, 2004).

Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya (Hagvar, 1998 dalam Peritrika 2010 ).

3. Makrofauna Tanah

Di dalam tanah terdapat berbagai jenis biota tanah, antara lain mikroba (bakteri, fungi, aktinomisetes, mikroflora, dan protozoa) serta fauna tanah. Masing-masing biota tanah mempunyai fungsi yang khusus. setiap grup fauna mempunyai fungsi ekologis yang khusus. Keanekaragaman biota dalam tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kualitas tanah (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).

Kelompok fauna tanah yang menguntungkan antara lain yang berperan sebagai: (1) saprofagus, yaitu fauna pemakan sisa-sisa organik sehingga mempercepat proses dekomposisi dan mineralisasi serta meningkatkan populasi mikroba tanah; (2) geofagus, yaitu fauna pemakan campuran tanah dan sisa organik, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan porositas, membantu penyebaran hara, memperbaiki proses hidrologi tanah, dan meningkatkan pertukaran udara di dalam tanah; dan (3) predator, yaitu fauna pemakan organisme pengganggu sehingga berperan sebagai pengendali populasi hamapenyakit tanaman. Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang berperan sebagai saprofagus maupun geofagus adalah cacing tanah (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).

Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses ”imobilisasi” dan ”humifikasi”. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi (Lavelle et al., 1994 dalam Sugiyarto, 2008 dalam Peritrika 2010 ).

Brown et al. (2001) menyatakan terdapat banyak definisi mengenai makrofauna tanah. Makrofauna tanah tersebut termasuk invertebrata di dalam tanah, contoh yang disebutkan adalah:
a. memiliki panjang tubuh > 1 cm (Dunger, 1964; Wallwork, 1970).
b. memiliki lebar tubuh > 2mm (Swift et al., 1979);
c. dapat dilihat dengan mata telanjang (Kevan, 1968);
d. 90% atau lebih banyak spesimen dapat dilihat dengan mata telanjang (Eggleton et al., 2000 dalam Peritrika, 2010 )

Terdapat perubahan yang signifikan pada biomassa dan keanekaragaman makrofauna tanah yang terjadi setelah tumbuh padang rumput dan panen tahunan.

Menurutnya, pada banyak kasus, sistem panen tahunan mengakibatkan berkurangnya kemelimpahan dan keanekaragaman komunitas fauna tanah, tidak tergantung oleh jenis panen tahunannya, gangguan tanah dan tidak adanya kanopi permanen (Lavelle and Pashanasi, 1989 dalam Rana et al., 2006). Keanekaragaman komunitas tanah sedikitnya ditentukan dengan menanam keanekaragaman komunitas (Rana et al., 2006).

Ada hubungan yang kuat antara kesuburan tanah, jumlah dan biomassa makrofauna tanah. Kontribusi makrofauna tanah dalam proses dekomposisi dapat secara langsung ataupun tidak langsung (Musyafa, 2005). Kontribusi secara langsung dapat dilihat dari nutrien yang mengalami pelindian karena makrofaunasendiri. Sedangkan efek tidak langsung terjadi jika makrofauna itu mempengaruhi mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi. Efek secara tidak langsung ini dilakukan dengan mengubah kualitas substrat bagi mikroorganisme, seperti mengubah rasio C: nutrient yang dapat dipertukarkan (exchangeable nutrient) di dalam substrat (Coleman dkk., 1983 dalam Musyafa, 2005).

Keanekaragaman makrofauna tanah dikatakan tinggi apabila nilai indeks diversitas Simpsons berada di atas 0,50. Semakin tinggi keanekaragaman makrofauna tanah pada suatu tempat, maka semakin stabil ekosistem di tempat tersebut (Rahmawaty, 2000).

4. Penambangan Batu Bata

Pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Bantul terutama pembangunan fisik bangunan pada masa rekonstrukasi saat ini, secara langsung menyebabkan melonjaknya permintaan batu bata. Berdasarkan data yang ada menyatakan bahwa kondisi rumah yang rusak total 71.763 unit, rusak berat 71.372 unit, dan rusak ringan 73.669 unit. Dengan kondisi tersebut, berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk mendirikan rumah tempat tinggal termasuk mencukupi kebutuhan bangunan yang salah satunya adalah bata merah.

Lokasi lahan pengambilan tanah untuk pembuatan batu bata dapat merupakan lahan sawah maupun pekarangan. Lahan sawah yang dipakai dapat berupa sawah yang subur dengan irigasi teknis yang baik atau merupakan sawah dengan irigasi yang kurang baik. maupun tanah pekarangan digunakan untuk membuat batu bata untuk mencukupi kebutuhan bahan bangunan. Tanah yang ditambang milik sendiri dan ada pula yang merupakan tanah sewaan. Ada beberapa sistem sewa, diantaranya berdasarkan volume tanah yang ditambang atau jumlah batu bata yang dihasilkan. Lokasi pembuatan batu bata di Kabupaten Bantul tersebar di beberapa Kecamatan yang meliputi Kecamatan Piyungan, Banguntapan, Pleret, Kasihan, Bantul, Sewon dan lain-lain.

Seluruh proses pembuatan batu bata dilakukan secara manual dan tradisional. Penambangan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul, pembuatan adonan dengan diinjak-injak menggunakan kaki, pencetakan menggunakan tangan, penjemuran masih mengandalkan sinar matahari serta pembakaran menggunakan kayu atau sekam padi. Penyebab dilakukannya pembuatan antara lain:
a. Permintaan batu bata yang tinggi sebagai bahan bangunan
b. Dalam jangka pendek, secara ekonomi, pembuatan batu bata lebih menguntungkan daripada pertanian.
c. Tidak memerlukan ketrampilan dan keahlian khusus yang rumit
d. Tidak punya mata pencaharian lainnya.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pembuatan batu bata diantaranya;
a. rusaknya jaringan irigasi
b. hilangnya top soil tanah sehingga kesuburan tanah berkurang
c. kedalaman tanah menjadi berbeda antar lahan sawah di sekitarnya yang dapat menimbulkan permasalahan kemampuan menyimpan air bagi lahan sawah di sekitar yang tidak ditambang.
d. Jika musim hujan dapat terjadi genangan yang cukup dalam dapat menjadi sarang nyamuk dan mengancam keselamatan manusia khususnya anak-anak.
Untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat penambangan batu bata, pemerintah melalui dinas/instansi terkait telah melaksanakan berbagai upaya antara lain:
a. Inventarisasi penambang tanah liar.
b. Penyuluhan dan pembinaan bersama dinas instansi terkait (Dinas Pertanian, Kehutanan, BPN, Bappeda dan Pengairan) tentang teknik penambangan yang benar dan tidak merusak lingkungan.
c. Pemanfaatan lahan bekas penambangan menjadi kolam ikan dan pemancingan bahkan beberapa diantaranya telah dilengkapi dengan rumah makan.

5. Kabupaten Bantul

Kabupaten Bantul terletak di sebelah Selatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis terletak antara 07° 44′ 04″ – 08° 00′ 27″ Lintang Selatan dan 110° 12′ 34″ – 110° 31′ 08″ Bujur Timur. (http://bantulkab.go.id)
Luas wilayah Kabupaten Bantul 508,85 Km2 (15,90 % dari luas wilayah Propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 40% dan lebih dari separonya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur, luas daerah yang digunakan sebagai sawah sebesar 16.823,84 Ha (33,19 %), secara garis besar terdiri dari :
Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).

Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 %).
Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).
Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. (http://bantulkab.go.id)

Kabupaten Bantul selain mempunyai keunggulan di sektor pertanian juga memiliki potensi dengan sumber daya alamnya (SDA). Bahan tambang yang ada meliputi pasir/kerikil, tanah liat, batu putih/batu gamping, kalsit, breksi, batu apung, mangaan, andesit, tras, bentonit, dan pasir besi. Pertambangan bahan galian di Kabupaten Bantul umumnya ditambang oleh masyarakat setempat dengan menggunakan ijin SIPR, akan tetapi sampai saat ini banyak penambangan yang tidak berijin. Berdasarkan data pada yang masuk maka jumlah usaha penggalian bahan tambang dari tahun 2007 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan. Bahan galian yang telah diusahakan adalah tanah liat sebagai bahan pembuatan bata merah, gerabah, dan keramik serta digunakan sebagai bahan urug. (http://bantulkab.go.id)

6. Kerangka Berpikir 

Kabupaten Bantul selain mempunyai keunggulan di sektor pertanian juga memiliki potensi dengan sumber daya alamnya (SDA). Bahan tambang yang ada meliputi pasir/kerikil, tanah liat, batu putih/batu gamping, kalsit, breksi, batu apung, mangaan, andesit, tras, bentonit, dan pasir besi. Penambangan yang dilakukan secara tradisional oleh kelompok-kelompok kecil masyarakat khususnya petani adalah penambangan batu bata. Penambangan batu bata yang umumnya dilakukan di lahan pertanian, tentunya akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah, sehingga tanah menjadi kurang produktif untuk lahan pertanian. Unsure hara yang terdapat di dalamnya menjadi hilang akibat pengambilan tanah sebagai bahan baku pembuatan batu bata. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara.

Download Full Paper here
Pics from here

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *