Tulisan : Wisuda Mati
tulisan berjudul “WISUDA MATI” ini ditulis oleh ordineri ( nama pena ) dalam buku kumpulan cerita “Jangan Sadarin Mahasiswa”. Meski saya tidak sepenuhnya sepakat , tulisan ini benar-benar cukup menampar dan membuat kita sadar akan sesuatu.
Sebuah Wisuda sebuah kepastian pengangguran.
Hal yang menyakitkan terasa memang jika saat toga itu dipindah letaknya. Ada yang beranggapan itu adaah sebuah akhir dari peristiwa perjalanan senang-senang dan memulai pekerjaan yang sebenarnya.
Ada yang mengatakan itu awal dari sebuah realitas yang ada kerna selama ini hidup yang dijalani itu adalah hanya sebuah dunia dalam dunia idealitas saja.
Ada yang beranggapan biasa saja , toh ini tidak ubanya seperti halnya rutinitas yang telah dijalani selama ini 12 tahun tepatnya. Akhir dari setiap jenjang pendidikan. Hanya beda nama,lingkungan,tapu tuada makna yang lain disana.
Ada yang membayangkan akan segera mendapatkan pekerjaan dan mulai mengumpulkan pengisi pundi-pundi uang untuk hidup di hari tua. Ada yang mulai merasa tidak mempunyai beban apa-aa lagi,beban dari orang tua.
Ada yang merasa senang karena bisa mengadakan pesta.Artinya bertemu dengan banyak teman-teman yang lain , yang mungkin tidak pernah dterlihat meski dalam radius jarak yang tidak jauh. Bersenang-senang lagi,walau untuk semalam.
Ada yang bahagia akhirnya bisa mematahkan argumentasi orang tuanya yang tidak mengerti kondisi , kalau mau menikah harus lulus kuliah dulu merupakan syarat utamanya. Jika menganggur , lebih baik mana ?
Yang paling menyedihkan dari semua ini, berapa persen dari mereka yang berseragam hitam-hitam itu yang asli mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh oleh seorang yang dijuluki mahasiswa.Pendekar intelektual?
Dan selama waktu yang dihabiskan ini sempatkan mereka mempertanyakan ilmu yang telah dipelajarinya benar atau salah ? Sesuai dengan pilihan jalan hidupnya atau tidak ? Berguna atau tidak sepanjang sisa umurnya kelak ?
Apakah hanya mendapat sekedarnya dari bangku kuliah ? Sekedar IP dan tumpukan buku, hand out fotokopian materi itupun hasil catatan teman serta laporan IPK.
Lalu untuk berperang memperebutkan sebuah kursi pekerjaan disebuah perusahaan yang mencari buruh rada intelek tapi nggak mau berpikir ? Berpikir yang melibatkan nurani , Tanpa nurani,pikiran melangkah tanpa arah ,yang seringkali menjadi jahat langkah.
Jangan heran dulu dengan semua hal yang aku kemukakan diatas tadi.
Saatnya foto wisuda tanpa ekspresi , hasil dari sebuah lukisan di dinding dan kebekuan rasa, perasaan yang tidak mencerminkan apa-apa selain kepalsuan yang semakin diperjelas saja.
Kalian merayakan semuanya sekaian ini masih beberapa puluh tahun yang lalu saja. Nilai yang sudah jauh bergeser, mau tidak mau , setuju atau tidak.
Kalian masih diam ditempat.
Membeku , lalu mati.
Dengan semua budaya dan rutinitas yang berusaha kalian percaya bisa mengantar kehidupan kalian menjadi lebih baik. Yang ada sekarang adalah kalian memang sudah baik dari awal ekonominya,kan ? akui sajalah.
Yang kalian perlu adalah titel sarjana sebuah keformalan pengakuan bahwa kalau pernah belajar di tempat itu. Tidak peduli ilmunya kalian dapatkan atau tidak.
Toh semua bisa diakali.
Melewati seminar hanya untuk sebuah sertifikat sebagai syarat penambah kum nantinya.Kum yang bisa mengantarkan kesebuah jabatan yang diinginkan.
Kuliah itu tidak perlu pintar , tapi pintar-pintar. Pintar-pintar menyiasati dosen. Sayangnya, nada yang ada dalam nuansa kalimat yang diucapkan ini negatif. Berkesan kelicikan yang kental dan membudaya. Walau tidak semua seperti itu. Karena memang kita harus pintar-pintar dalam banyak hal.
*****
?