story

Dua belas hari #13

Dua belas hari. bagian tiga belas.
Kinsia Eyusa Merry

Jilguerooo!! Hari ini aku kembali ke sekolah! 🙂

Bayangkan Jil, pada hari pertama kuliah setelah bolos berkepanjangan gara-gara sakit, aku langsung dihadiahkan kuis! Untung, untung, untuuung, malem-malem sambil nunggu kabar berita Alyo yang tak kunjung datang, aku sempat membaca-baca fotokopian mata kuliah itu.

Oh iya! Aku sedih Jil, pinjam bahu, huhuhu. Salah seorang dosen yang paling kufavoritkan, namanya Prof. Rita, mulai minggu depan akan pindah ke kalimantan, ngajar di Universitas Negeri di sana, ngikut suaminya pindah kerja.

Tadi beliau spesial memanggilku ke ruangannya untuk bantu mengosongkan barang karna hari senin depan ruangan itu sudah mau ditempati orang. Aku perhatikan, beliau menyimpan dan memajang rapi semua hadiah dan suvenir dari mahasiswa, termasuk oleh-oleh miniatur sepeda ontel yang kubelikan dari jogja setahun lalu.

Setelah barang diangkut ke bagian belakang mobil carry beliau yang super antik, di ruangan melompong itu beliau menghampar kertas koran, lalu menyuruhku duduk. Dengan mata berkaca-kaca beliau memberi nasihat pernikahan. Katanya beliau menyesal tidak bisa hadir ke resepsi padahal aku sudah dianggap seperti anak sendiri. Mendengar kalimat unyu begitu, ya… aku nangis, trus Prof juga ikutan nangis. Semoga di Kalimantan nanti mahasiswanya baik-baik ya, kayak aku :3

Aha! Sebelumnya aku juga mau berterimakasih karena kau ngamuk dan ngomel panjang lebar gara-gara pertanyaan “kita belum selesai”. Maklum Jil, galau. Setelah kau omeli, aku jadi semakin yakin bahwa selama ini kita sudah sedekat abang dan adik. Oppa, I dongsaeng nolsaranghaeyo!

*plaakk* *singkirkan imajinasi koreamu, Kalin*

Sekarang kita ke bahasan yang lebih penting.

Siapa? Yak tepat sekali anak muda: Alyo.

Jam sepuluh teng, ada sms masuk.

Alyo: Knock, knock. I’m right in front of your door! 🙂

Aku menyeret langkah ke pintu depan. Bukan malas, tapi ciut. Salah-salah, begitu pintu di buka, ada Alyo dan Anggi bercakap-cakap mesra TT__TT

Cklek. Kunci di buka.

Krieeet. Pintu berdecit.

Paraaraaam, sosok Alyo berdiri sabar di depan pagar, menggendong wadah kayu berhias pita yang isinya kudapan warna-warni: Parsel!!!

“Hello, It’s me Alyo. Just in case you forget anything, I am your current husband. I am here to apologize. I didn’t go to Bandung. Instead I drove around the city checking out if any of the hypermarket sell Parsel six month earlier. Can I come in?”

Ini pasti nyontek adegan film. Tersentuh sih, tapi aku masih penasaran sama hasil pertemuan dia dan Anggita. Jangan jangan…

“Jelasin dulu”, sergahku galak.

“Saya sama Anggi sudah selesai”.

“Darimana kamu tau? You didn’t meet her”.

“Satu-satunya yang bikin saya masih mikirin anggi adalah pertanyaan, ‘kenapa dulu dia menghilang’. Tadi saya telfon dia di jalan, saya tanya to the point tentang kenapa dia ngilang, dan alasannya simple sekali; karna kami masih anak bau kencur, masih punya peluang panjang, dan dia anti long distance. Saya ketawa, nggak terpikir jawabannya sesederhana itu. Dan tiba-tiba rasanya lega, dan tiba-tiba kami ngobrol kayak teman lama, dan tiba-tiba saya bisa bayangkan kalau saya sampai di bandung dan berhadapan sama anggi: pertemuan itu akan jadi sekedar reunian SMA! Nggak lebih, apalagi pakai rasa”.

Aku terpaku membisu di tempat, tidak tahu harus merespon apa dan bagaimana.

“Dan sekarang saya bisa bilang tanpa beban karna saya udah yakin sama perasaan saya sendiri: Saya sayang sama kamu, Kalin”.

JGER JGER JGERRRR. Berasa ditembak, Jil.

“Hmm”, aku menyembunyikan ketersipuan. Untung lampu luar jenis yang hemat energi, jadinya gelap-gelap redup. Kalau terang, mukaku merah bukan main.

Alyo menurunkan parsel tapi tak bergeming dari tempat berdirinya di depan pagar. Ia bertanya ragu-ragu. “Can I, hug you?”

JGER JGER JGERRRR. Of course! Ahahaha, nggak lah, Jil, aku menolaknya. Menurutku, masih perlu sedikit lagi waktu.

“I’m afraid not”, aku menggeleng elegan.

Dia tersenyum pasrah sambil mengangkat bahunya. Aku berjalan selangkah, selangkah, selangkah, lalu menarik tangannya.

Kami berpegangan tangan! Sebuah kemajuan besar! Hahahahahaha >:D

(backsound: sorakan Jil dari kejauhan)

“Get in! You’ll catch a cold”.

Alyo terkejut, terkekeh, lalu mengikuti aku ke dalam rumah. Diangkatnya parsel dengan tangan satunya lagi. Sambil lalu diucapkannya,

“Happy four months anniversary, istri!”

Ternyata fungsi parsel adalah untuk selebrasi.

It’s been four months, Jil. I thought before that we’d never gonna make it three!

Whoaahhhhhhh :D/

Sincerely,

this Kalin who initiates the holding hands event

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *